Di Suralaya para dewa bermusyawarah untuk mendirikan bakal Pancawarna. Dewa Anta ditugasi membuat batu penyangga tiang. Tetapi karena badannya berbentuk ular, dewa Anta tidak dapat melaksanakan tugasnya. Dewa Anta menangis sedih sehingga meneteskan air mata tiga butir. Air mata itu kemudian berubah menjadi tiga butir telur yang dibawanya dengan cara digenggam oleh mulut.
Karena kesalahan seekor burung elang, telur itu jatuh dua butir yang kemudian menetas menjadi Kalabuat dan Budug Asu. Sapi Gumarng raja segala binatang jelmaan kecing idajil (setan), memelihara Kalabuat dan Budug Basu sebagai anak angkat.
Atas perintah Batara Guru, telur yang tinggal sebutir itu dierami oleh Dewa Anta. Telur menetas, lahirllah seorang putri yang cantik diberi nama Dewi Pohaci Terus Dangdayang atau juga Dewi Aruman.
Batara Guru mencintai Dewi Pohaci dan berniat memperistri. Akan tetapi keinginan Batara Guru itu ditentang oleh Batara Narada sebab hal itu akan merusak citra Batara guru. Di samping itu, Batara Guru oleh Batara Narada dianggap melanggar hukum dan merusak agama sebab Dewi Pohaci diasuh dan disusui oleh Dewi Umah, istri Batara Guru. Jadi, Dewi Pohaci masih tergolong anak Batara Guru, dengan demikian perkawinan Batara Guru dan Dewi Pohaci tidak boleh terjadi.
Agar perkawinan tidak jadi, Batara Narada mencari akal. Diberinya Dewi Pohaci buah kloldi sehingga berhenti menyusu. Tapi karena ketagihan dan buah koldi itu tidak ada lagi, Dewi Pohaci jatuh sakit sehingga meninggal dunia. Mayat Dewi Pohaci diurus oleh Bagawan Sang Sri dan kuburannya dijaga siang malam sambil menyalakan dupa. Kemudian keluarlah dari dalam kuburan itu berjenis-jenis tanaman. Dari kuburan bagian kepala keluar kelapa, dari telinga keluar macam-macam padi ketan, dari tangan keluar enau, dari jari keluar macam-macam pohon bambu, dari tali ari-ari keluar tumbuhan menjalar, dari payudara keluar macam-macam buah-buahan, dan dari bagian tubuh yang berbulu macam-macam rerumputan. Pendek kata semua jenis pepohonan berasal dari tubuh Dewi Pohaci.
Semar ditugasi oleh Batara Guru Untuk membawa bibit-bibit tanaman itu ke negeri Pakuan yang dirajai Prabu Siliwangi. Istri Prabu Siliwangi bernama Dewi Nawang Wulan adalah putra Batara Guru. Maka dengan adanya bibit tanaman itu, negeri Pakuan menjadi subur makmur. Akan tetapi, Prabu Siliwangi dilarang mengetahui bagaimana Dewi Nawang Wulan menanak nasi. Jika Sang Prabu melanggar larangan akan jatuh talak kepada Nawang Wulan.
Tersebutlah Budug Asu yang diasuh Sapi Gumarang yang berada di Tegal Kapapan mencari Dewi Pohaci. Tiba di kuburan Dewi Pohaci, Budug Asu mengelilingi kuburan sebanyak tujuh kali. Setelah itu, Budug Basu meninggal dunia. Mayatnya oleh Kalamullah dan Kalamuntir dibawa keliling dunia sebanyak tujuh kali. Tetapi di tengah perjlanan mayat Budug Basu itu menjelma menjadi berjenis-jenis binatang bahkan peti mayatnyapun menjelma menjadi seekor badak. Kalamullah dan Kalamuntir, menjaga binatang-binatang itu menjadi sua bagian, yakni bagian darat dan bagian laut.
Sulanjana putra laki-laki yang diasuh Dewi Pratiwi, dititipi negeri Suralaya sebab Batara Guru dan Batara Narada akan turun ke bumi memeriksa negeri Pakuan, kedua batara itu menjelma menjadi burung pipit.
Tersebutlah Demu Awang dari negeri seberang akan membeli padi dari pakuan, karena padi-padi tersebut hanya titipan batara Guru, oleh putra Siliwangi permohonan Dempu Awang itu ditolak. Karena Dempu awang sakit hati, dimintanya bantuan Sapi Gumarang untuk merusak tanaman padi.
Sapi Gumarang dibantu oleh binatang-binatang jelmaan Budug Basu, merusak tanaman padi, sedangkan Sulanjana dan kedua orang adik perempuannya yang bernama Talimendang dan Talimenir, menjaga dan menyembuhkan padi atas perintah Batara guru. Terjadilah peperangan antara penjaga dan perusak. Akan tetapi aklhirnya Sapi Gumarang kalah dan berjanji akan mengabdi kepada Sulanjana asal pada setiap mulai menanam padi “disambat” (dipanggil secara batin), serta disediakan daun paku pada pupuhunan (tempat saji di ladang atau di sawah).
Prabu Siliwangi penasaran ingin melihat cara Nawang wulan menanak nasi. Dibukanya pada yang sedang dimasak. Maka Dewi Nawang Wulan kembali ke kahyangan. Namun sebelum pergi sempat berpesan terlebih dahulu agar membuat lesung, dulang, kipas, bakul dan periuk untuk menanak nasi. Prabu Siliwangi menyesal dan menghadap Batara guru minta pengampunan dan agar Dewi Nawang Wulan kembali ke Pakuan. Permohonan Sang Prabu ditolak, kemudian pulang ke Pakuan setelah menerima pelajaran bagaimana menanak nasi dan bercocok tanam yang baik. Dewa Anta oleh Batara Guru diturunkan ke bumi untuk menjaga padi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar