Wawacan “Parikesit”
Warabimanyu putera Arjuna yang meninggal dalam perang Bratayuda, meninggalakan seorang putera bernama Parikesit. Baladewa yang tidak ikut berperang, mengasuh Parikesit sampai diangkat menjadi raja di Astina. Dalam memegang tampuk pemerintahan, Parikesit dibantu oleh dua orang patih yaitu Arya Sancaka putera Prabu Darawati dan Arya Bambang Kaca, putera Gatotkaca, Arya Sacamuka putera Tumenggung Jayadrata, bertindak sebagai menteri urusan jajahan.
Parikesit berputera tiga orang yaitu Udrayana, Udrayaka dan Udasangsana. Ketiga orang anak itu diasuh oleh Lurah Semar dan anak-anak ciptaannya yaitu Cepot, Udawala dan gareng.
Sacamuka bersama Togog mencoba mengelilingi seluruh negeri, dan tiba di suatu tempat terlarang, yaitu tempat yang berisi arca-arca para Kurawa. Sacamuka berkeinginan masuk ke tempat terlarang itu, maka tiba-tiba jiwanya kemasukan ratu siluman yang bernama Setra Ganda, yaitu wujud dari sukma Dewi Permoni yang dendam kepada Arjuna.
Di tempat terlarang Sacamuka mendapat keterangan dari Togog bahwa ayahnya yang bernama Jayadrata dibunuh oleh Arjuna pada waktu perang Bratayuda sebab Bimanyu dibunuh oleh Jayadrata. Maka Sacamuka melakukan pemberontakan terhadap Parikesit. Akan tetapi, Sacamuka dapat dikalahkan dan dibunuh dengan senjata panah Pasopati milik Arjuna yang tersimpan di gua Gunung Dieng.
Dewi Permoni keluar dari jasad Sacamuka dan menyuruh setan siluman agar masuk menjiwai binatang-binatang sehingga melakukan keributan. Kekacauan di seluruh negeri terjadi sehingga dua orang putera Parikesit yang kedua dan ketiga hilang dari keraton.
Parikesit jatuh sakit kemudian meninggal dunia. Prabu Baladewa yang mencoba melawan binatang-binatang yang mengamuk tidak mampu menandingi, malah kemudian meninggal dunia.
Udrayana diangkat menjadi raja Astina. Udrayaka bersama-sama dengan Semar tiba di pertapaan Bagawan Wilugangga dan diangkat anak oleh resi itu secara rahasia. Setelah dewasa, Udrayaka pergi ke Astina bermaksud akan mengabdi kepada raja.
Seekor kuda bernama Abrapuspa mengamuk di Astina dan tidak ada yang dapat menaklukan. Udrayaka yang dituduh menjadi penyebab kekacauan di dalam negeri, dihukum untuk menundukkan kuda yang mengamuk, Udrayaka dapat menundukan kuda itu sehingga ia terlepas dari hukuman berat lainnya, maka pengabdian kepada raja dapat diteruskan.
Udrayana, raja Astina ingin naik kuda Abrapuspa yang hanya tunduk kepada Udrayaka. Setelah Udrayaka naik kuda bersama-sama dengan Udrayana, kuda merasa tidak senang dan kemudian lari tidak menentu arah bersma kedua penunggangnya sehingga akhirnya masuk hutan.
Udrasangsana putera ketiga Parikesit, tersesat di hutan ditemukan oleh Indrabahu, patih negeri Nianti Pura yang dirajai oleh Prabu Sulangkara. Udrasangsana diangkat anak oleh Indrabahu yang kebetulan tidk mempunyai anak. Setelah dewasa, Udrasangsana rupanya mirip Arjuna dan pandai melukis.
Karena Udrasangsana dapat melukis keadaan seluruh negeri Nianti Pura, oleh Prabu Sulangkara diberi gelar Raden Sungging Prabangkara. Selain itu Udrasangsana akan dikawinkan dengan Setiowati, puteri raja. Akan tetapi karena Udrasangsana dapat melukis istana lengkap dengan seluruh isinya bahkan melukis Setiowati dengan tanda hitam pada payudaranya, menyebabkan Udarsangsana dihukum berat. Tangan, kaki, telinga, hidung dipotong, sedangkan mata dicongkel yang kemudian badanya diterbangkan dengan layang-layang yang setelah menjulang tinggi tali layang-layang itu diputuskan. Udrasangsana jatuh di tengah hutan, atas kekuasaan Yang Maha Esa, melalui penciuman kuda Abrapuspa dapat ditemukan oleh Udrayana dan Udrayaka. Udrasangsana dapat disembuhkan kembali berkat azimat Udrayaka pemberian Resi Begawan Wilugangga. Ketika ketiga orang itu berkumpul datanglah Semar memberi penjelasan bahwa mereka adalah tiga bersaudara kakak beradik putera Parikesit yang terpisah waktu Astina diamuk binatang-binatang.
Dewi Setiowati diculik oleh Udrasangsana. Akan tetapi karena Udrayana terpikat hatinya oleh Dewi Setiowati, oleh Udrasangsana diserahkan kepada Udrayana untuk diperistri. Udrayaka berperang melawan Prabu Sulangkara. Namun akhirnya setelah diketahui bahwa Prabu Sulangkara itu adalah masih keluarga dengan raja-raja Astina, maka diadakan perundingan. Setiowati diijinkan kawin dengan Udrayana
Bambang Kaca beserta para ponggawa datang ke Nianti Pura menghadiri pesta perkawinan. Setelah pesta selesai, Udrayana dan Setiowati beserta kedua adiknya dengan diiring oleh Semar dan para ponggawa, pulang ke Astina. Tiba di Astina disambut meriah oleh penduduk Astina dibawah pimpinan Arya Sancaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar