Keadaan di Sorgaloka kacau balau akibat ulah seorang puteri di bumi bernama Dewi Tanana melakukan tapabrata di Gunung Marabu. Dewi Tanana ingin bersuamikan seseorang yang suka disembah, tetapi tidak diberikan kewajiban untuk menyembah. Turunlah Batara guru dari sorgaloka karena merasa bahwa dirinyalah yang dimaksudkan oleh Dewi Tanana.
Batara Guru berubah wujud menjadi seorang raksasa ketika mengejar-ngejar Dewi Tanana. Karena melihat paha dewi Tanana , raksasa terjatuh dan meneteskan spermanya sehingga jatuh ke tanah. Raksasa sadar bahwa ia adalah Batara Guru dan berjanji tidak akan mengejar-ngejar lagi asal wujud raksasa dikembalikan ke wujud semula. Saat itu juga wujud Batara guru berubah wujud dari raksasa ke wujud semula. Kemudian Batara Guru pulang ke sorgaloka, sedangkan dewi Tanana pergi ke negerinya.
Keadaan di sorgaloka kembali tentram. Batara Narada disuruh oleh Batara guru untuk mengamankan spermanya yang jatuh ke tanah. Akan tetapi setelah sperma itu dibuang ke laut, malah menjelma menjadi seorang raksasa yang bernama Batara Kala.
Batara Kala diberi penjelasan oleh Semar bahwa Batara guru adalah ayahnya. Pergilah Batara kala ke sorgaloka menjumpai Batara guru dan minta makanan dari jenis daging manusia. Diantaranya ialah orang yang berstatus anak tunggal, orang yang berstatus kadana-kadini (hanya berdua saudara kakak beradik laki-laki dan perempuan atau perempuan dan laki-laki), orang yang berstatus nanggung bugang (kakak dan adik meninggal), orang yang berstatus budak kapencil (yang empat orang saudaranya meninggal), orang yang berstatus anak nungku (hanya tiga bersaudara, dua perempuan satu laki-laki atau sebaliknya), orang-orang yang dilahirkan pada waktu malam hari, orang-orang yang bepergian pada waktu magrib. Akan tetapi, Batara Guru memberikan larangan bahwa orang-orang yang telah “diruat” atau yang sedang berada di arena pagelaran wayang tidak boleh dimakan.
Orang-orang di bumi kalang kabut takut kepada Batara Kala. Tersebutlah ada seorang bernama Bagawan Sahiji yang memelihara dua orang anak yang berstatus kadana-kadini. Dua orang anak itu bernama Ulan Darma dan Ulan Darmi. Dikejarlah dua anak itu oleh Batara Kala. Setelah dua orang anak itu tidak ada di rumah Bagawan Sahiji, maka sembuhlah Bagawan Sahiji dari penyakitnya.
Batara Guru bingung memikirkan nasib manusia di bmi, yang takut kepada Batara Kala dan mungkin akan habis dimakan oleh Batara Kala. Maka turunlah Batara Guru dengan rombongannya ke bumi menyamar menjadi kelompok penabuh wayang. Batara Guru sendiri menjadi dalangnya dengan sebutan dalang Longlongan.
Tersebutlah Ki Ismul menanggap wayang dalang Longlongan karena mempunyai anak yang harus diruwat. Maka Ulan darma dan Ulan Darmi yang sedang dikejar-kejar oleh Batara Kala masuk ke arena panggung. Batara Kala meminta kepada dalang agar kedua anak itu diserahkan. Namun dalang menolak bahkan diterangkan bahwa kedua anak itu selamat dari kejaran Batara Kala.
Batara Kala minta kepada dalang agar diruwat. Karena tidak mempunyai uang sebagai upahnya. Batara Kala membayarnya dengan sebuah golok kepunyaannya. Bukan main senangnya Batara Kala mendengarkan ceritera ruatan itu.
Tersebutlah tetangga Ki Ismulmelahirkan. Batara Kala yang mengetahui ada anak yang dilahirkan malam hari serta merta membawa lari bayi tersebut. Akan tetapi, karena ia tidak mempunyai golok untuk menyembelihnya, ia kemudian pergi menemui dalang untuk meminta kembai goloknya. Tentu saja dalang tidak memberikannya. Dalang meminta kepada Batara Kala agar menyembeli bayi itu dalang saja. Permintaan dalang hanyalah siasat untuk merebut bayi agar selamat. Setelah sepakat bayi dipegang oleh kedua orang (dalang dan Batara Kala), direbutlah bayi itu oleh dalang sehingga bayi tersebut ada dipangkuan dalang. Terjadilah perebutan bayi dan golok. Dalang memberi peringatan bahwa Batara Kala telah dinasehati oleh Batara Guru bahwa dalam mengejar mangsa jangan memaksa dan yang berada di arena panggung wayang tidak boleh dimakan. Tetapi dalang memberi kelonggaran, golok dan bayi bisa saja diserahkan kepada Batara Kala, apabila ditebus dengan uang dan syarat lainnya. Tentu saja Batara Kala tidak sanggup menebusnya sebab tidak mempunyai uang lagi.
Batara Kala akhirnya pamit akan pergi pulang dan menyerahkan bayi dan kedua orang anak yang dikejarnya (Ulun Darma dan Ulun Darmi) kepada dalang. Dalang menasehati Batara Kala agar selalu ingat akan pepatah Batara Guru dan diperjalanan tidak boleh mengganggu siapapun. Batara Kala pergi dengan berkerudung kain kafan karena malu dan tidak mau terlihat oleh siapapun.
Dalang Longlongan kemudian membereskan segala peralatan karena pagelaran wayang telah selesai. Kemudian Ki Ismul mempersiapkan segala sesuatu persyaratan untuk meruwat anaknya. Dalang membacakan rajah, sedangkan anak yang diruwat duduk dihadapan dalang dan sesaji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar