Cikal bakal penduduk Pulau Jawa, termasuk Sumedang bermula dari Galuh dan kemudian Pajajaran. Bangsawan Sumedang sendiri, pada satu pihak (pada garis ibu) merupakan keturunan Prabu Siliwangi, raja Pajajaran; pada pihak lain (dari garis ayah) keturunan Sunan Gunung Jati, Sultan di Cirebon.
Pernikahan putri Linggawastu dari Sumedang dengan Pangeran Pamelekaran, cucu Sunan Gunung Jati dari Cirebon melahirkan putera yang kelak menjadi bupati Sumedang pertama yang beragama Islam (Pangeran Santri). Pernikahan tersebut merupakan tahap awal proses Islamisasi penduduk daerah Sumedang.
Panembahan Senapati menduduki tahta di kerajaan Mataram. Ia yang telah beragama Islam merupakan keturunan raja Majapahit. Pada masa itu, Pasundan berada di bawah kuasa Mataram, termasuk Sumedang yang diperintah oleh Pangeran Kusumah Dinta (Pangeran Santri). Bupati Sumedang digantikan oleh putranya, bernama Pangeran Kusumah Dinata pula. Tetapi bupati ini lebih terkenal dengan julukan Pangeran Geusan Ulun.
Ceritera mengenai Pangeran Geusan Ulun mendapat tempat yang lebih luas dalam naskah Babad Sumedang B ini, terutama ceritera yang berhubungan dengan pernikahan Pangeran Geusan Ulun dengan ratu Harisbaya. Selanjutnya diceritakan mengenai pemerintahan para bupati Sumedang sampai Bupati Pangeran Sugih yang masih memerintah pada waktu naskah ini disusun (1920/1921). Dalam menceritakan pemerintahan tiap-tiap bupati itu, dikemukakan tentang istrinya, putra-putranya dan peristiwa-peristiwa yang dianggap sangat penting, diceritakan secara panjang lebar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar